BelajarBelajarBelajar..

Belajar... berasal dari kata ajar, yang mendapat imbuhan ber... sehingga jadinya Ber+ajar = belajar...

Nah asal katanya sendiri, ajar adalah
petunjuk yg diberikan kpd orang supaya diketahui (diturut) (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Belajar sendiri adalah : v 1 berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu: adik ~ membaca; 2 berlatih: ia sedang ~ mengetik; murid-murid itu sedang ~ karate; 3 berubah tingkah laku atau tanggapan yg disebabkan oleh pengalaman; (masih dari situs yang sama).

Berangkat dari asal katanya... dalam belajar pasti ada proses ajar atau setidaknya mengandung apa itu kata "ajar" yaitu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui... tapi kata dalam kurung yaitu dituruti... Kata-kata dituruti mengandung makna v (pergi dsb) bersama di dalam atau ke; ikut; (masih dari situs yang sama dengan asal katanya yakni turut).

Jadi dalam proses belajar atau ajar mengajari, tak heran jika pola pikir objek yang diajar harus ikut dengan pola pikir pengajar, karena mengandung bahwa proses itu pada akhirnya akan menghasilkan pengetahuan/penurutan-->masih memandang dari yang namanya definisi itu sendiri. Jika kita lebih sempit lagi memandang yang namanya belajar, atau belajar-mengajar, dengan proses yang terjadi antara guru dengan murid (mulai dari jenjang SD, SMP, SMU, dan bahkan perguruan tinggi), proses belajar mengajar umumnya memang benar-benar diarahkan agar siswa bisa mengetahui dan memahami dan memiliki pola pikir yang persis dengan pendidik/pengajarnya (ini berangkat dari pengalamanku dari jenjang pendidikan yg dilalui).

Lantas apakah salah kaprah dengan metode pendidikan atau pengajaran seperti itu?
Salah satu pendapat dari Paulo Freire, seorang pemerhati pendidikan yg "kontroversial" dari Brazil, yang menggugat dan mengkritik sistem pendidikan yang telah mapan di Brazil. Dalam hal ini Freire menggambarkan bahwa sistem pendidikan yang diterapkan selama ini sebagai istilah "sistem pendidikan Bank".
1. Guru mengajar, murid diajar.
2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
3. Guru berpikir, murid dipikirkan.
4. Guru bercerita, murid mendengarkan.
5. Guru menentukan peraturan, murid diatur.
6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
7. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya.
8. Guru memilih bahan dan ini pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
9. Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka.

(http://www.cyberschooldps.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=47)

Dari pemaparan tersebut, di Indonesia juga mengalami kondisi yang sama dengan apa yg diterapkan di Brazil, tampaknya. Pernah ada seorang teman... Ketika SMP kalau tidak salah, menjawab pertanyaan eksak dengan cara yang tidak lazim... Sang guru menyatakan ini "salah", padahal sang siswa sudah menjelaskan secara konseptual kepada sang guru dari mana metode yang ia jalankan. Atau ada juga guru Sejarahku di SMU, menyalahkan jawaban siswa hanya karena tidak sama dengan buku teks yang digunakan. Apakah memang pendidikan kita saat ini apa yang dikatakan Freire dengan istilah Bank tersebut?

Yang paling susah adalah ketika siswa beranjak menuju jenjang yg lebih tinggi lagi, dalam hal ini ketika siswa tersebut beranjak menjadi seorang mahasiswa. Di tataran mahasiswa, dengan materi yang lebih luas dan jam belajar terbatas (tidak sistem kelas harian seperti jenjang pendidikan sebelumnya yg 12 tahun--ini kalo naik kelas dan tidak ikut kelas akselerasi, hehehe...), maka mau tidak mau sang mahasiswa harus mencari sendiri materi untuk pembelajaran bagi dirinya. Di sinilah yg menarik... Banyak mahasiswa yang kesulitan untuk merubah paradigma, dan budaya "PENDIDIKAN BANK" tadi, banyak yg ga mandiri dalam belajar, karena selama ini lebih enak disuapin daripada mencari sendiri. Maka tak heranlah jika banyak mahasiswa yang lantas lebih enak untuk men-"copy"-"paste"kan tugas2 yg mirip sebelumnya, atau dalam hirearki yang lebih canggih, "copy", "edit", "paste"... Hehehehe...

Sehingga, pada tahap akhir (maksudnya sih TA...), banyak juga yang kesulitan, karena pada tahap ini... Dituntut kreativitas dan kemampuan sintesis masing-masing untuk menyusun penelitiaannya, dan pada tahap ini ga ada lagi yang namanya diajar oleh pengajar, hanya ada dibimbing, hehehehe... Banyak yg bingung untuk memulai menyusun pengetahuan dari kemampuannya sendiri.

Atau cuma gw aja ya yang kesulitan menghadapi dan menyusun yg namanya TA??? Trus kapan gw lulus ya??? Hehehehe

NB : Tulisan di atas bukan pembenaran mentoknya TA gw,,,

Comments

Popular posts from this blog

Apa Rasanya.?

Surat untuk dia...

Hubungan Sosial di Era Digital (part 4)